Donyaning Bocah_ Nget, pemula yang akhirnya belajar
(Donyaning Bocah)
Nget, pemula yang akhirnya belajar
Penulis : Arfianto Wisnugroho
Ia lari
dari kawanannya, bukan untuk pergi selamanya, melainkan hanya tidak suka dengan
keramaian seperti itu. Meskipun keramaian itu adalah kegiatan tahunan yang
diadakan oleh semua masyarakat kunang-kunang. Lebih suka menikmati waktunya
sendiri, tidak peduli dengan apa yang terjadi pada sekitarnya. Demikian yang
selalau dilakukan Nget, anak kunang-kunang penyendiri.
“Berangkatlah
Nget, meski hanya sebentar”, pinta Ibu Nget untuk terakhir kalinya dihari itu. Namun
Nget tidak peduli,”Tidak Bu, Nget ada ususan lain yang harus dikerjakan”.
Nget keluar
dari rumah, terbang kearah yang tak tentu. Semua dilakukan untuk menghindar
dari permintaan ibunya, menghadiri acara keluarga. Beberapa saat setelah Nget
terbang tiba-tiba hujan turun. Nget tidak peduli meski hujan semakin deras, ia
tetap terbang kearah yang tak tentu. Nget tidak menyadari kalau keadaan sekitar
sudah menjadi sangat gelap. Cahaya Nget tidak mampu menerangi jalan yang
dilaluinya. Karena panik, Nget menabrak pohon yang sangat besar didepannya.
“Brakkk...
!”, Nget jatuh.. terperosok ke tanah berlumpur. Nget merasa pusing, ia tak
mampu untuk kembali terbang. Tidak hanya sampai disitu, tiba-tiba air mulai
menggenangi tanah disekitar Nget. Rasa tidak berdaya merasuki pikirannya, Nget
merasa tidak bisa melakukan apa-apa.
-
Nget
tidak ingat apa yang terjadi, sekarang ia merasa sedang dibawa terbang ke suatu
tempat. Nget mulai bisa melihat dengan samar-samar. Terlihat cahaya sangat
terang disekitarnya. Akhirnya ia diturunkan pada suatu tumpukan seperti
dedaunan. Nget merasa lebih nyaman. Saat ia mulai melihat dengan jelas, ia
telah berada disuatu rumah. Dan suatu sosok menghampirinya.
“Sudah
sadar?”, suara itu terdengar sangat jelas.
“Hanya
sedikit pusing”, jawab Nget dengan suara lemah.
“Namaku
Tup, aku adalah anak dari dari Adik ayahmu”. Nget jadi ingat kalau Ayahnya
pernah bercerita tentang keponakan yang sangat pandai terbang. Mungkin inilah
keponakan yang dimaksud ayahnya. Tup kembali berkata,”Hujan sudah mulai reda,
jika sudah baikan pergilah ke acara keluarga”. Tidak sempat Nget mengucapkan
terimakasih, Tup sudah terbang meninggalkan tempat itu sambil mengatakan kalau
tempat ini adalah rumah yang tidak berpenghuni.
Nget mulai
menyadari kesalahannya, ia ingat bahwa ibunya pernah mengatakan kalau dalam
pertemuan keluarga akan ada yang mengajarkan pada pemula seperti Nget tetang
banyak hal terkait kehidupan kunang-kunang. Salah satunya adalah cara terbang
yang baik saat turun hujan.
Mulai saat
itu Nget selalu hadir dalam pertemuan keluarga. Nget belajar banyak hal dari
saudara-saudaranya. Nget menjadi lebih terampil dan hebat dalam terbang.
Pesan moral :
Patuhi kedua orang tua, semua yang mereka lakukan tidak
lain untuk kebaikan kita.
Komentar
Posting Komentar